ALPHABETA
Bel tanda dimulainya pelajaran bergema
di semua sudut ruangan kelas SMA di pinggir kota kendal. Seketika itu
pula pelajaran di masing-masing kelas dimulai.
Bu Titin tengah menuliskan sebuah
puisi di papan tulis ketika seorang anak dengan kemeja lusuh yang
dikeluarkan dari celananya mengetuk pintu kelas. Bu Titin menoleh
padanya.
“Lagi-lagi kamu terlambat masuk
kelas, sudah sana duduk”. Tanpa berkata apapun, anak itu berbalik
ke mejanya. Sebelum pelajaran itu usai, lagi-lagi pintu kelas di
ketuk. Seorang guru BK masuk dan berbicara sebentar dengan Bu Titin.
Kemudian ia memanggil sebuah nama, “Alphabeta”. Si Anak berbaju
tak rapi tadi berdiri dan berjalan mengikuti langkah Sang Guru keluar
dari kelas.
Samar-samar Bu Titin mendengar
pembicaraan mereka tentang pembolosan dan berbagai pelanggaran aturan
yang dilakukan Alpha. Bu Titin tak mendengar sepatah kata maupun
pembelaan diri dari mulut Alpha. Ia pun terheran-heran dalam hatinya.
Alpha kembali ke mejanya.
Perlahan-lahan Bu Titin menghampirinya. Sambil memegang pundak Alpha,
ia berkata:”Kalau kamu punya masalah bicaralah pada ibu. Mungkin
ada yang Ibu bisa lakukan untukmu”. Bu Titin menunggu beberapa lama
namun setelah tak ada sepatah katapun yang keluar, ia meneruskan
perkataannya.
“Kau punya sesuatu yang besar dalam
dirimu, Ibu percaya itu, kau hanya harus membiarkannya tumbuh dan
berkembang. Jika kau berhasil, kau memang pantas mendapatkannya
karena kau juga sama dengan anak-anak yang lain. Ibu yakin kau
pantas, Alpha...” Kata-kata yang bijaksana yang memang seharusnya
keluar dari seorang guru seperti Bu Titin.
*******************************
***
Sebulan kemudian, sekolah menerima
surat yang sangat mengejutkan semua guru termasuk Bu Titin. Sang
kepala sekolahpun memanggil Bu Titin.
“Apakah Ibu pernah menyuruh salah
seorang siswa Ibu untuk mengikuti lomba mengarang cerpen tingkat
nasional?”ujarnya.
Dengan perasaan bingung ia berkata
:”Maaf Pak, tapi...sepanjang pengetahuan saya, tidak pernah
menyuruh siswa ikut lomba. Apalagi lomba mengarang..Kalau boleh saya
tahu ada apa ya Pak?” ujar Bu Guru setengah penasaran.
“Saya menerima surat pemberitahuan
dari panitia lomba tersebut yang memberitahukan bahwa salah satu
siswa sekolah ini telah meraih juara satu lomba mengarang. Kalau Ibu
ingin tahu, hasil karyanya telah dimuat di Suara Merdeka,”jelas Pak
Kasek.
Bu Titin pun beranjak ke ruang guru
dan segera meraih koran di mejanya yang baru sampai pagi itu. Lembar
demi lembar ia membuka koran yang dimaksud. Keingintahuannya telah
memicu hormon adrenalin Bu Titin sehingga degup jantungnya berpacu
kencang. Akhirnya ia menemukannya, sebuah cerpen berjudul “Aku Ada
dan Aku Pantas...”.
Ia membaca pelan-palen, seolah tidak
mau ada satu kalimat pun yang terlewatkan. Betapa terkejut sekaligus
haru Bu Titin. Bukan hanya isi cerpen yang menyentuh tentang
perjuangan seorang anak yang “tak terlihat” untuk mendapatkan
pengakuan bahwa ia pantas ada di bumi ini, tapi juga tulisan di bawah
cerpen itu.
“Untuk Bu Titin yang telah
menyadarkanku bahwa aku ada dan aku pantas untuk ada di muka bumi
ini”. Tak terasa bulir-bulir hangat meleleh membasahi pipinya. Bu
Guru Titin yang bijak dan sabar itu, ternyata tidak mampu lagi
menahan rasa harunya.
Segera ia mencari Alpha dan memeluknya
dengan penuh rasa bangga. Bak seorang ibu yang telah lama merindukan
dan berpisah dari anak kesayangannya.
“Selamat kamu sudah membuktikan pada
semuanya dan juga pada dirimu sendiri bahwa kamu sama pantasnya
dengan mereka untuk dapat dibanggakan oleh sekolah ini”.
Dan untuk pertama kalinya, dengan
bahasa tersendat-sendat Alpha mampu mengeluarkan kalimat dari
mulutnya. “Terimakasih bu, jika bukan karena Ibu, mungkin aku
takkan terlihat selamanya,” ujarnya dengan wajah polos, penuh rasa
terimakasih.
Sejak saat itu, semua penilaian
tentang Alpha berubah dratis dari Alpha yang semula suka membolos,
pemberontak, atau seoarang siswa yang gemar melanggar peraturan
sekolah bahkan seseorang yang tidak pantas berada di sekolah ini
menjelma menjadi sosok seorang siswa yang berbakat, membanggakan
serta mampu mengharumkan nama sekolahnya.
Bu Titin bangga padanya, karena ia
telah berhasil membuktikan padan semua guru bahwa vonis yang mereka
jatuhkan terhadap sosok Alpha adalah salah adanya. Karena ia adalah
Alphabeta, seorang anak yang pantas dibanggakan keberadaannya. Dan
sebuah nama yang pantas dicatat dalam catatan akhir sekolah. Catatan
itu akan bertuiskan, “Alphabeta, dia ada, dia terlihat dan dia
pantas...”
(Penulis : Wiwik Musmiati, SMA 1
Kendal)
Sumber :
Majalah pendidikan GANESHA 05. Edisi 7,
Nopember 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar